Ombudsman RI Temukan Fakta Pengelolaan Barang Bukti yang Masih Amburadul di Kejaksaan dan Kepolisian
“Demikian juga di Rupbasan di mana SDM dengan kualifikasi tertentu jumlahnya terbatas pada petugas penilai, selebihnya belum ada SDM dengan kualifikasi khusus seperti perkayuan, zat berbahaya, zat kimia,” terang dia.
Ombudsman, lanjut dia, menemukan persoalan sarana dan prasarana penempatan barang bukti pada gudang penyimpanan belum seluruhnya sesuai dengan pengklasifikasian penyimpanan barang bukti lantaran terbatasnya gudang yang ada, termasuk ditemukan pula persoalan terkait anggaran.
“Bahkan di beberapa Polres tidak memiliki anggaran untuk melakukan pengelolaan barang bukti,” ucapnya.
Dia menambahkan bahwa pihaknya menemukan masih terdapat Polres yang penyimpanan barang buktinya bukan dilakukan oleh Satuan Perawatan Tahanan dan Barang Bukti (Sattahti) melainkan dilakukan oleh penyidik, serta belum meratanya pencatatan secara digital dalam melakukan pengelolaan barang bukti.
“Ombudsman juga menemukan adanya barang bukti yang dikembalikan kepada pemiliknya dengan kondisi tidak sama seperti saat awal dilakukan penyitaan. Ombudsman RI menerima laporan masyarakat terkait tata kelola barang bukti di antaranya adanya barang bukti yang rusak, hilang dan mengalami penurunan nilai,” tuturnya.
Diketahui, Ombudsman melaksanakan kajian mengenai penyelenggaraan barang bukti pada kurun waktu Maret-September 2023 dengan melakukan wawancara terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP) dan observasi tempat penyimpanan barang bukti, barang sitaan atau barang rampasan di Polri, kejaksaan, dan Rupbasan di Provinsi Gorontalo, Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Jawa Barat.(antara/jpnn)
Ombudsman RI menemukan fakta terkait pengelolaan barang bukti di kejaksaan dan kepolisian yang belum terintegrasi dengan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara
Redaktur & Reporter : Muhlis
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Sumut di Google News