Komnas HAM Sebut Terjadi 12 Pelanggaran HAM di Kerangkeng Bupati Langkat

Jumat, 04 Maret 2022 – 07:00 WIB
Komnas HAM Sebut Terjadi 12 Pelanggaran HAM di Kerangkeng Bupati Langkat  - JPNN.com Sumut
Tim dari Komnas HAM saat meninjau kerangkeng manusia di lahan rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin, Rabu (26/1). Ilustrasi Foto: Finta Rahyuni/JPNN.com

sumut.jpnn.com, JAKARTA - Komnas HAM RI menyampaikan hasil penyelidikan dugaan penyiksaan terhadap penghuni kerangkeng milik Bupati Nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin.

Hasilnya, setidaknya ada 12 pelanggaran HAM yang menjadi kesimpulan lembaga tersebut.

Adapun pelanggaran HAM tersebut, sebagai berikut: 

1. Hak untuk Hidup

Komnas HAM mengungkap terjadi praktik yang menyebabkan hilangnya nyawa orang di kerangkeng milik Bupati Nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin.


"Setidaknya ada enam korban meninggal dunia setelah mengalami berbagai kekerasan di kerangkeng," ujar Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI Mohammad Choirul Anam saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (2/3). 

Anam mengatakan pelanggaran hak untuk hidup terbukti dengan kondisi bangunan kerangkeng tidak layak lantaran fasilitas sanitasi yang tidak memadai, dan terbatasnya akses penghuni untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

2. Hak atas Kebebasan Pribadi 

Pria kelahiran Malang 25 April 1977 ini menjelaskan, kerangkeng milik politikus Partai Golkar itu melanggar hak atas kebebasan pribadi.

Hal penyelidikan Komnas HAM, kondisi kerangkeng tersebut serupa dengan tempat-tempat tahanan. Selain itu, kerangkeng itu juga berdiri tanpa adanya dasar hukum yang sah, pengawasan dan penjagaan agar penghuni tidak melarikan diri, maupun proses mengantar jemput penghuni menuju lokasi kerja. 

"Praktik tersebut menunjukkan terbatasnya ruang gerak para penghuni dengan selalu adanya pengawasan maupun kontrol dari struktur pengurus kerangkeng," ujarnya. 

3. Hak untuk Berkomunikasi

Pembatasan komunikasi antara penghuni dengan keluarganya ditemukan pada periode 1-2 bulan pertama menghuni kerangkeng Bupati Langkat. 

"Selain itu, penghuni juga tidak diperkenankan membawa alat komunikasi selama masih berada di kerangkeng," kata Anam. 

4. Hak untuk Tidak Diperbudak dan Praktik Serupa Perbudakan

Dia menjelaskan praktik perbudakan atau serupa perbudakan terjadi ketika kondisi penghuni kerangkeng dimana sebagian kekuasaan yang melekat pada hak kepemilikan atas dirinya maupun adanya relasi kontrol yang begitu kuat dilakukan oleh struktur pengurus kerangkeng. 

Padahal, jaminan atas hak untuk tidak diperbudak mencerminkan pelanggaran Pasal 20 Ayat 1 dan 2 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang diratifikasi dalam UU Nomor 12 Tahun 2005 pada Pasal 8 Ayat 1 dan 2 dan Pasal 8 Ayat 3.

5. Hak untuk Bebas dari Kerja Paksa

Kemudian, lanjut, Anam, adanya pelanggaran hak untuk bebas dari kerja paksa. Doa menyebut kerja paksa itu terjadi dalam saat adanya jenis pekerjaan/jasa yang dilakukan oleh penghuni kerangkeng di bawah ancaman, baik langsung maupun tidak langsung. 

"Ataupun dia penghukuman serta tidak adanya kesukarelaan dalam melakukan pekerjaan tersebut," ujarnya. 

6. Hak atas Kesehatan
Temuan Komnas HAM RI terkait peristiwa kekerasan kerangkeng Bupati Langkat, menunjukkan adanya pelanggaran hak atas kesehatan.  

Beberapa diantaranya tercermin dalam kondisi dan fasilitas kerangkeng yang tidak layak, penanganan kesehatan yang hanya terbatas pada pemeriksaan fisik. Bahkan, pemeriksaan kesehatan itu, tidak dilakukan terhadap seluruh penghuni. 

"Ada juga temuan penghuni yang meninggal tanpa perawatan kesehatan yang memadai, serta upaya menutupi adanya luka bekas kekerasan," kata Anam. 

Selain itu, kebutuhan penanganan kesehatan khusus untuk pengguna narkoba dan temuan penghuni yang mengalami gangguan psikologis menunjukkan ketidaksesuaian dengan berbagai aturan mengenai standar kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 9 Tahun 2017, Peraturan Menteri Sosial Nomor 184 Tahun 2011, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor4 Tahun 2020.

7. Hak atas Rasa Aman

Choirul Anam menjelaskan hak atas rasa aman diatur dalam UUD Tahun 1945 Pasal 28G ayat (1), Pasal 29 ayat
dan Pasal 30 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. 

Namun, dalam kasus kerangkeng ini, ancaman ketakutan berbuat atau tidak berbuat sesuatu ditemukan terjadi baik pada penghuni kerangkeng Bupati Langkat, keluarga yang menyerahkan, maupun masyarakat sekitar yang mengetahui adanya kekerasan maupun korban meninggal di kerangkeng tersebut. 

8. Hak untuk Bebas dari Penyiksaan Penghukuman atau Perlakuan yang Kejam, Tidak Manusiawi, Merendahkan Derajat dan Martabat Manusia

Praktik kekerasan, penyiksaan, dan perlakuan buruk lainnya ditemukan dari pola kekerasan terhadap penghuni kerangkeng. Termasuk dengan temuan adanya 26 bentuk kekerasan, 18 alat kekerasan, serta pelaku kekerasan. 

"Dampaknya antara lain rasa sakit yang teramat sangat dan mengakibatkan kematian penghuni, luka tidak membekas dan membekas di bagian tubuh, hingga upaya bunuh diri," ujarnya. 

9. Hak Memperoleh Keadilan

Pada kasus ini, kata Anam, penangkapan dan penahanan yang terjadi pada penghuni kerangkeng dilakukan tanpa adanya dasar hukum dan dilakukan secara sewenang-wenang. 

Selain itu, surat pernyataan yang dibuat juga merupakan bentuk menghalangi hak atas keadilan terhadap bagi keluarga korban maupun korban .

10. Hak Anak

Komnas HAM RI menyampaikan dari hasil penyelidikan yang dilakukan terkuat dengan kasus kerangkeng milik Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-angin, s
Facebook JPNN.com Sumut Twitter JPNN.com Sumut Pinterest JPNN.com Sumut Linkedin JPNN.com Sumut Flipboard JPNN.com Sumut Line JPNN.com Sumut JPNN.com Sumut

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Sumut di Google News