BBM Naik, Angkutan Umum Menjerit, Organda Medan: Kami Diabaikan!

Kehadiran bus Transmetrodeli, kata Mont Gomery, yang semula sebagai upaya untuk mengalihkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum, pada praktiknya justru menjadi dilema bagi sopir angkot.

Moda transportasi dengan layanan buy the service (BTS) yang hingga saat ini belum memberlakukan tarif seolah menjadi 'predator' bagi angkutan umum lainnya.

Apalagi, lanjutnya, trayek yang dilayani bus Transmetrodeli sama dengan angkutan kota.

"Kehadiran bus Transmetrodeli ini menjadi predator bagi kami angkutan kota. Ada persaingan yang tidak sehat yang dibiarkan. Kalau memang ini tujuannya untuk mengurangi penggunaan angkutan pribadi, harus ditetapkan tarifnya dong. Sehingga masyarakat bisa memilih mau naik angkota atau bus BTS," kata Mont Gomery.

Hal lain yang menjadi masalah bagi angkutan kota di Medan yakni menjamurnya angkutan umum berbasis aplikasi atau taksi daring.

Akibatnya, perlahan pengusaha angkutan kota mulai gulung tikar lantaran tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Dia menyebut jumlah angkot di Kota Medan yang berjumlah 10.000 unit, saat ini hanya ada berkisar 5000-6.500 unit dengan jumlah sopir 13.000 orang.

"Tidak ada pengawasan dari pemerintah terkait keberadaan angkutan berbasis daring, sehingga semakin menjamur dan melebihi jumlah yang diatur. Berdasarkan Pergub semestinya angkutan berbasi daring dibatasi 14 ribu, tetapi kenyataannya di Kota Medan saja jumlahnya sudah 30 ribu unit. Kami hanya ingin ada persaingan sehat," pungkasnya.(mar8/jpnn)