Petani dari Padang Lawas Geruduk Gedung DPRD Sumut, Desak Penyelesaian Konflik Tanah, Ini Tuntutannya
Bahkan, saat para petani membangun pemukiman dan kebun sawit di lahan tersebut, pihak perusahaan juga mengetahui hal itu.
Namun, konflik tanah tersebut mulai terjadi pada tahun 2010. Saat itu, perusahaan mengklaim bahwa lahan tersebut masuk dalam Hutan Tanaman Industri (HTI) mereka sejak tahun 2001.
"Justru sekarang tanah masyarakat ini dianggap adalah kawasan hutan, ironisnya lagi ini masuk adalah wilayah konsesi PT SSL," ungkapnya.
Sugianto menyebut setelah kejadian itu, perusahaan menguasai paksa lahan milik masyarakat hingga akhirnya lahan yang tersisa hanya sekitar 735 hektare.
"Saat itu, kurang lebih lahan yang dikuasai itu adalah 1.024 hektare tapi sudah diambil oleh perusahaan tinggal sekarang kurang lebih 735 hektare, kurang lebih 150 KK," sebutnya.
Bahkan, Sugianto mengungkapkan pada tahun 2020 pihak perusahaan membuat laporan ke Polda Sumut atas tuduhan perambahan hutan yang dituduhkan kepada masyarakat.
Atas laporan tersebut, penyidik Polda Sumut lalu menetapkan tiga orang petani menjadi tersangka.
Dalam penyelesaian kasus ini, Sugianto mengaku pihaknya sudah beberapa kali menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama dengan DPRD Sumut dan pihak terkait lainnya.
Puluhan petani yang berasal dari Kabupaten Padanglawas menggelar aksi di depan gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Senin (19/8).
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Sumut di Google News